Tak sadar sudah jelang 7 tahun membersamai tumbuhnya properti syariah. Selain akad-akad bebas riba dan delivery produk dengan aman, senang rasanya melihat developer syariah secara bertahap mulai memerhatikan isu lingkungan dan after sales service bagi konsumen.
Hadirnya konsep eco green living tentu akan jadi tanda tanya baru. Bisakah developer menjaga komitmen hingga akhir proyek? Tantangan baru yang tidak cuma berbicara idealisme tapi juga perlu merancang cashflownya karena harus ada anggaran ekstra untuk value lebih.
Mudah bagi aktivis atau pengamat berdiskusi soal lingkungan. Namun dunia bisnis mengajarkan saya bahwa membawa membawa isu lingkungan tidak sesederhana berbicara di tataran idealita. Developer harus ketat menjaga proporsi resapan di area perumahan, artinya, tidak semua area bisa dikomersilkan. Developer harus memikirkan anggaran penghijauan, drainase, pemanfaatan air perumahan, penggunaan sumur biopori, hingga pengelolaan sampah rumah tangga agar seminimal mungkin menghasilkan limbah ke lingkungan luar. Semua konsep ini tentu tidak gratis dan tanpa konsekuensi. Mutlak butuh dana dan itu akan mempengaruhi harga produk. Harga produk akan menyeleksi segmen pasar.
Kuncinya: edukasi!
Menyasar segmen buyer yang tidak sekedar berorientasi harga atau lokasi tapi punya visi ramah bumi.
Sumber: FB Ibu Surani Ningsih