SEBAB-SEBAB BERAKHIRNYA SYIRKAH

SEBAB-SEBAB BERAKHIRNYA SYIRKAH

Tanya :
Ustadz, apakah syirkah itu boleh ada jangka waktunya, misal satu tahun, terus bubar. Ataukah syirkah itu tidak ada batas waktunya? (Hamba Allah).

Jawab :

Ada sejumlah sebab yang mengakibatkan berakhirnya syirkah menurut para fuqoha. Di antaranya sbb :

Pertama, terjadinya kematian salah satu mitra syirkah. Tapi jika mitra tersebut mempunyai ahli waris yang cakap, dan disetujui oleh mitra lainnya, maka ahli waris berhak menggantikan posisi mitra yang meninggal dunia, dan syirkahnya dapat diteruskan tanpa ada pembubaran. Jika ahli waris menghendaki pembubaran, boleh. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 160).

Kedua, gilanya salah satu mitra syirkah. Jadi jika salah satu mitra syirkah mengalami gila (junuun), maka berakhirlah syirkah yang ada. Karena orang yang gila berarti tak memenuhi syarat ahliyah at tasharruf (cakap melakukan tasharruf), yaitu aqil, baligh, dan ikhtiyar (tidak dipaksa). Yang dimaksud gila, adalah gila permanen (junuun muthabbaq), bukan gila tidak permanen. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 160).

Ketiga, salah satu mitra syirkah dilarang bermuamalah (al hajr) oleh hakim syariah. Hakim syariah (qadhi) berhak memutuskan seseorang sebagai mahjuur, yaitu dilarang mentasharrufkan hartanya seperti berjual beli, dsb karena alasan tertentu, misalnya orangnya sudah pikun (nuqshan al ‘aql), atau orangnya boros (safiih), yakni suka menghamburkan uang, yang dapat merugikan orang lain. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 160).

Keempat, salah satu mitra syirkah mengundurkan diri (minta fasakh, insihab min al syirkah). Mitra syirkah berhak mengundurkan diri, karena syirkah itu akad jaiz, maksudnya bukan akad lazim (mengikat), seperti halnya wakalah. Tapi jika mitra-mitra syirkah lainnya sepakat meneruskan syirkah, maka syirkahnya dapat diteruskan tanpa pembubaran. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 160).

Kelima, salah satu mitra syirkah diberhentikan oleh mitra-mitra lainnya. Jika salah satu mitra syirkah tidak amanah atau tidak menjalankan kewajibannya, maka mitra-mitra syirkah lainnya jika sepakat, boleh memberhentikan mitra syirkah tersebut. Karena syirkah itu landasannya adalah wakalah, dan dalam wakalah pihak muwakkil berhak menghentikan akad wakalah dari pihak wakil. (Abdul Aziz Al Khayyath, Al Syarikat fi Al Syariah Al Islamiyyah, Juz I, hlm. 133).

Keenam, syirkah berakhir jika masa syirkah yang telah disepakati jatuh tempo. Ini masalah khilafiyah. Ulama mazhab Hambali dan satu riwayat dari mazhab Hanafi, membolehkan syirkah berakhir jika masa yang disepakati telah berakhir. Hujjahnya, karena syirkah itu dasarnya adalah wakalah, atau seperti wakalah, sedangkan dalam wakalah itu boleh ada tauqiit (penetapan jangka waktunya). Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani, syirkah itu seperti wakalah (kal wakalah). (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 160).

Ketujuh, terjadi kerugian syirkah. Para ulama mengungkapkan kerugian syirkah ini dengan kalimat “rusaknya modal syirkah” (halaak ra`sil mal). Jadi jika modal syirkah mengalami kerusakan, baik sebagian atau seluruhnya, maka berarti salah satu rukun akad syirkah, khususnya objek akad (ma’quud ‘alaihi) dari syirkah, yakni modal, telah tidak ada, maka syirkahnya otomatis berakhir.

Kedelapan, para mitra bersepakat mengakhiri syirkah. Para fuqoha menegaskan bahwa jika seluruh mitra syirkah sepakat menghendaki pembubaran syirkah, maka syirkah menjadi bubar. Hal itu karena syirkah dasarnya akad wakalah, sementara dalam akad wakalah, jika pihak muwakkil dan wakil sepakat mengakhiri akad wakalah, hukumnya boleh. Namun kesepakatan ini disyaratkan tidak menimbulkan mudharat (dharar) kepada salah satu mitra syirkah. Jika menimbulkan mudharat, tidak boleh ada pembubaran.

Kesembilan, hakim syariah (qadhi) memutuskan pembubaran syirkah. Jika di antara para mitra syirkah terjadi perselisihan (munaza’at), dan lalu membawa perkaranya kepada hakim syariah (qadhi), dan hakim syariah (qadhi) memutuskan untuk membubarkan syirkah, maka keputusan ini bersifat mengikat, sehingga syirkah harus dibubarkan.
Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 9 Desember 2021

Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi